Berbagi Informasi

Jul 11, 2007

Membangun Kemandirian Masyarakat Melalui Usaha Mikro Kecil & Menengah

Resume Diskusi CERES (Community for Education and Reform Society)

Berbicara tentang community development (membangun masyarakat) melalui pemberdayaan ekonomi dan usaha, ada baiknya kita mengklasifikasi apa itu usaha mikro, kecil dan menengah. Usaha mikro merupakan usaha perdagangan barang dan jasa yang omzetnya kurang dari 100 juta per bulan. Sedangkan usaha kecil peredaran usahanya kurang lebih dari 1 miliar per tahun. Dan untuk sektor usaha menengah omsetnya berkisar antara 1 – 10 miliar per tahun. Yang juga turut membedakan ketiganya adalah jumlah karyawan, untuk usaha mikro jumlah karyawannya bisa jadi hanya 1 orang dan pada umumnya bila usaha mikro membutuhkan karyawan untuk diperbantukan maka kecendrungannya akan merekrut dari keluarga dan kerabat dekat. Usaha mikro ini sangat identik dengan pedagang-pedagang harian yang seringkali kita temui di jalan seperti pedagang bakso, pedagang bubur, pedagang cendol dll. Sedangkan untuk usaha kecil jumlah karyawannya hanya berkisar 1 – 10 orang. Dan untuk usaha menengah jumlah karyawannya antara 10 hingga 100 orang.

Bila yang hendak kita bangun adalah pemberdayaan ekonomi di wilayah Duren Sawit maka usaha mikro adalah usaha yang layak mendapatkan uluran tangan. Dari sanalah sebetulnya kita dapat memulai pemberdayaan ekonomi yang jelas dan tepat. Untuk menjadi usaha besar, setiap usaha pada umumnya berangkat dari usaha menengah, dan usaha menengah berangkat dari usaha kecil dan seterusnya hingga usaha kecil lazimnya berangkat dari usaha mikro. Hampir dapat dipastikan masalah-masalah klise pada sektor usaha seperti adanya pungutan liar (pungli), sulitnya perizinan birokrasi tak kita temui pada usaha mikro. Bila kita ingin melakukan breakdown masalah pada usaha mikro maka ada dua hambatan besar. Pertama adalah masalah capital (modal usaha), dan kedua adalah masalah market (pasar).

Pertanyaan pertama, kenapa modal menjadi masalah utama dari usaha mikro. alasannya adalah usaha mikro memiliki keterbatasan omset dan margin yang mereka peroleh dari sirkulasi usaha mereka. Terlebih lagi mereka sulit mendapatkan modal dari perbankan, karena perbankan pada umumnya membatasi pinjaman minimal sebesar 50 sampai 100 juta sedangkan yang mereka butuhkan hanya 1 hingga 5 juta. Hal ini menyebabkan usaha mikro cenderung berada pada siklus omset dan margin yang statis. Keadaan seperti ini menyulitkan mereka untuk melakukan pengembangan usaha. Bila kita dapat sentuh masalah permodalan mereka maka ruang-ruang kesempatan melebarkan sayap usaha akan terbuka lebar tentunya dengan beberapa catatan dan persyaratan.

Masalah yang kedua adalah masalah pasar. Ini terkait erat dengan masalah pertama, bahwa keterbatasan modal pada usaha mikro mengakibatkan mereka sulit melakukan ekspansi pasar.

Di luar dua masalah diatas, ada satu masalah usaha mikro yang juga penting namun bukanlah faktor-faktor utama yang menghambat usaha mikro. Masalah tersebut adalah masalah pembukuan. Karena mereka cenderung tidak memisahkan dana untuk kepentingan keluarga atau kepentingan usaha.

Nah, sekarang kita masuk pada ruang kontribusi. Dimanakah kita seharusnya meletakkan posisi. Posisi yang amat tepat adalah menjadi fungsi intermediasi. Fungsi ini berarti sebagai bridge (jembatan) bagi usaha mikro yang hendak melakukan ekpansi usaha misalkan dengan memberikan pinjaman modal, memberikan training usaha dan pembukuan. Fungsi intermediasi dapat diperankan melalui wadah seperti koperasi simpan pinjam, baitul maal wa tamwil (BMT), atau melalui BPR. Bila kita menggunakan koperasi sebagai wadah, maka tertutup bagi pihak luar yang berkeinginan melakukan investasi kecuali apabila mereka tergabung terlebih dahulu sebagai anggota koperasi. Bila kita menggunakan BMT maka lembaga ini sangat terbuka bagi investor yang berkeinginan menanamkan modalnya namun terbatas pada wilayah BMT berdomisili, dan terakhir bila menggunakan wadah BPR, maka akan lebih terbuka, hambatan domisili tidak menjadi halangan, siapapun investornya maka BPR terbuka bagi mereka.

Bagaimana kita mendapatkan keuntungan dari BMT. Keuntungan pertama adalah perbedaan dari nisbah antara investor dengan debitur (pengusaha mikro). Sebagai ilustrasi, anggap saja BMT melalui suatu akad menetapkan nisbah yang equivalen dengan bunga sebesar 4 %, sedangkan kepada debitur nisbah yang kita tawarkan equivalen dengan bunga sebesar 8 %, maka selisihnya adalah keuntungan dari BMT. Keuntungan yang kedua adalah BMT dapat melakukan jual beli, memperdagangkan barang dan jasa. Hal inilah yang membedakannya dengan industri perbankan, dimana perbankan dilarang memperdagangkan barang dan jasa.

Tentunya memerankan fungsi intermediasi, sebagai pihak yang salah satunya memberikan pinjaman modal kepada usaha mikro juga membutuhkan dana. Dana BMT dapat diperoleh melalui hibah dan dana pihak ketiga. Untuk yang pertama statusnya lebih secure (aman), namun bila kita menggunakan dana pihak ketiga, maka pihak yang menjalankan BMT sebaiknya berhati-hati karena dana yang kita sirkulasikan merupakan dana orang lain yang akan meminta pertanggungjawaban. Beberapa kasus BMT yang kolaps juga dikarenakan tidak mampu mengelola dana dari pihak ketiga.

Selain dana, persyaratan lainnya menuju BMT yang sehat dan baik adalah sumber daya insani. Paling tidak seminimal mungkin, sumber daya insani yang diperlukan ada tiga orang dan mereka haruslah orang-orang yang all out dalam mengelola BMT, tidak boleh setengah-setengah terlebih lagi bila mengelola dana pihak ketiga. Satu orang sebagai direktur BMT yang berperan mencari kreditur atau investor untuk membiayai BMT sekaligus berfungsi sebagai humas BMT. Satu orang berikutnya dapat berperan sebagai manajer keuangan, yang amanah dan profesional dan terakhir sebagai marketing yang mencari debitur atau usaha mikro yang hendak diberi pinjaman.

Dalam mengelola BMT, diperlukan strategi agar BMT tetap sehat dan dana yang digulirkan dapat bermanfaat bagi usaha mikro. Strategi pertama adalah mengidentifikasi usaha-usaha mikro yang tepat mendapatkan dana yaitu mereka yang telah memiliki market yang jelas. Agar dana yang kita gulirkan lancar sirkulasinya sebaiknya para pengusaha mikro diajarkan pula tentang pembukuan, tujuannya agar mereka mampu memilah-milah dana usaha dan dana yang digunakan untuk kepentingan keluarga. Strategi yang juga penting adalah waktu penagihannya, agar sirkulasi usaha, dana dan komunikasi tetap lancar maka sebaiknya penagihan dilakukan setiap hari.

Narasumber : Hendro


Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home